Sabtu, 07 April 2018

Makalah Makkiyah dan Madaniyah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Semua bangsa berusaha keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan nilai-nilai kebudayaannya. Tak terkecuali umat islam, mereka sangat memperhatikan kelestarian risalah Muhammad yang memuliakan semua umat manusia. Itu disebabkan risalah Muhammad bukan sekedar risalah ilmu dan pembaharuan yang hanya mendapat perhatian sepanjang akal menerimanya. Tetapi, di atas itu semua, ia merupakan agama yang melekat pada akal dan terpatri dalam hati.
Begitu pentingnya arti pengelompokan yang diutarakan Al-Qosim tentang permasalahan tentang ilmu Al-Qur’an yang terdapat dalam bukunya yang berjudul Dirasah fi ‘ulum Al-Qur’an. Pada umumnya, para pakar ‘ulum Al-Qur’an membahas permasalahan ini dalam suatu maudhu’ yang lazim disebut makkiyyah dan madaniyyah. Bila tidak menguasainya, banyak faedah yang tidak dapat dipetik, dan yang hendak mengetahui Al-Qur’an tanpa memahami ayat-ayat makkiyah dan apa itu ayat-ayat  madaniyyah, bisa-bisa terjebak ke dalam kesalahan yang fatal.
1.2 Rumusan Masalah.
1.      Apakah pengertian Makkiyah dan Madaniyah?
2.      Bagaimanakah sejarah perkembangan Makkiyah dan Madaniyah?
3.      Bagaimanakah perkembangan Makkiyah  dan Madaniyah?
1.3 Tujuan.



BAB II
PEMBAHASAN.

1.      Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
Para sarjana muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefinisikan terminologi makkiyah dan madaniyah. Keempat perspektif itu adalah :
1. Masa turun                 (zaman an-nuzul)
2.  Tempat turun             (makan an-nuzul)
3.  Objek pembicaraan    (mukhathab)
4.  Tema pemmbicaraan   (maudu’).

a)      Dari perspektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
اَلْمَكِيُ : مَا نَزَلَ قَبْلَ اْلهِجْرَةِ وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَكَةَ.
وَ المدَنِيُ : مَا نَزَلَ بَعْدَ الِهجْرَةِ وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَدِيْنَةَ.
فَمَا نَزَلَ بَعْدَ الهِجْرَةِ وَلَوْ بِمَكَةَ أَوْ عَرَفَةَ مَدَنِيُ.
Artinya :
“Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di mekah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut madaniyyah walaupun turun di mekah atau di arafah”.[1]  
Sebagai contoh, Surat An-Nisa’ ayat 58 tetap masuk kategori Madaniyah, sekalipun ayat itu turun di Makkah, persisnya dalam Ka’bah waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8 setelah Hijrah. Begitu juga Surat Al-Maidah ayat 3, tetap masuk kategori Madaniyah, sekali pun turun pada waktu haji Wada’ tahun ke-10 setelah Hijrah. [2]

b)      Dari perspektif tempat turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
مَا  نَزَلَ : بِمَكَةَ وَمَا جَا وَرَهَا كَمِنَى وَ عَرَفَةَ وَحُدَيْبِيَةَ.
وَالمدَنِيُ : مَا نَزَلَ بِالمدِيْنَةِ وَمَا جَا وَرَهَا كَأُحُدٍ وَقُبَاءَ وَسُلْعَ.
Artinya :
“Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina, arafah, dan hudaibiyyah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba’ dan Sul’a”.

c)      Berdasarkan sasaran pembicaraan (i’tibâr al-mukhâthâb). Yang ditujukan untuk penduduk Makkah dinamai Makkiyah dan yang ditujukan kepada penduduk Madinah disebut Madaniyah. Begitu juga yang ditujukan untuk semua manusia (dengan lafazh yâ ayyuhannâs) dinamai Makkiyah dan yang ditujukan untuk orang-orang yang beriman saja (dengan lafazh yâ ayyuha al-ladzîna âmanû) disebut Madaniyah.
اَلْمَكِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ مَكَةَ . وَالمدَنِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ المدِيْنَةِ.
Artinya :
Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Makkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah”.



TURUNNYA AYAT MAKIYYAH DAN MADANIYAH
      Abu Al-Qosim Ibn Muhammad Ibn Ibnu Habib Al-Naisaiburi mengatakan dalam kitabnya keutamaan ilmu al-quran: Ayat makiyyah dan madaniyyah itu apa yang turun di Mekah juga termasuk Madaniyyah, apa yang turun di Madinah juga termasuk Makkiyah, apa yang terjadi di Mekah oleh masyarakat Madinah, apa yang terjadi di madinah di tengah orang-orang Mekkah, serupa dengan kemunculan Makiyyah di kalangan masyarakat mekah dan seperti keturunan mekah di Makiyyah, Thaif, Hudaibiyah, apa yang turun di malam hari, apa yang turun di siang hari, apa yang disertakan sendiri, ayat-ayat masjid di Makkah, ayat-ayat yang turun dimasyarakat Mekah, dibawa dari Mekah ke Madinah, dibawa dari Madinah ke Mekkah, memindahkan dari Madinah ke tanah Ethiopia, turun garis, yang berbeda di dalamnya, ada beberapa dari warga Mekah, dan ada beberapa dari Makkiyah, dan mereka tidak diperbolehkan mengubah redaksi dari Al-Qur‟an itu sendiri.[3]
2.      Karakteritis Makkiyah dan Madaniyah
Dari keterangan sahabat nabi r.a dan tabi’in dalam membangun teori makkiyah dan
madaniah, maka dapat di temukan fitur, karakteritis dan cirri khas ayat dan surah
makkiyah dan madaniah antara lain yaitu:
a.       Karakteritis ayat dan surah makkiyah:
1)      Dimulai dengan nida’ ” يا أيها الناسdan sebagainya.
2)      Di dalamnya terdapat lafal “kalla”.
3)      Di dalamnya terdapat ayat-ayat sajdah.
4)      Di permulaanya terdapat huruf-huruf Tahaji (harf al-muqattah).
5)      Di dalamnya terdapat cerita-cerita para nabi dan umat terdahulu, selain dalam Q.S.al-Baqarah, dan surah Q.S.al-Maidah.
6)      Di dalamnya terdapat cerita kemusyrikan.
7)      Di dalamnya terdapat keterangan adat istiadat orang kafir, orang musyrik, yang suka mencuri, merampok, membunuh dll.
8)      Di dalamnya berisi penjelasan dengan bukti dan argumentasi tentang konsepsi ketuhanan.
9)      Memuat prinsip-prinsip moral dan pranata social yang agung, dan bersifat universaldan inklusif.
10)  Memuat nasehat dan ibarat dalam aneka kisah.
11)  Kebanyakan surah yang ayatnya pendek. Karena menggunakan bentuk ijaz (ringkas, tetapi padat makna).[4]
12)  Setiap surat didalamnya terdapat ayat sajdah maka ayat tersebut makkiyah.
13)  Setiap surat yang lafadnya terdapat kalimat (كلا) maka surat itu Makkiyah, dan disebutkan sama sekali kecuali dipertengahan akhir dari Al-Qur’an. Dan ia disebutkan 33 kali dalam 15 surat.
14)  Setiap surat yang didalamnya menceritakan kisah-kisah Nabi dan ummat terdahulu maka ia disebut makkiyah selain Al-Baqarah.[5]
b.      Karakteritis ayat dan surah madaniyah.
1)      Memuat hukum pidana (hudud) dalam Q.S.al-Baqarah, Q.S.an-nisa’dll.
2)      Memuat hukum fara’iddalam Q.S.al-Baqarah, Q.S.an-Nisa’,Q.S.al-Maidah.
3)      Berisi izin jihad fi sabilillah (Q.S.al-Baqarah, Q.S.al-Anfal, Q.S.at-Taubah, Q.S.al-Hajj.
4)      Setiap surat yang menerangkan tentang kewajiban dan sanksi hukum maka disebut madaniyah.
5)      Setiap surat yang didalamnya terdapat penyebutan orang munafik maka ia madaniyah selain surat al-Ankabut sesungguhnya surat itu makkiyah.
6)      Setiap surat yang didalamnya terdapat pertentangan ahli kitab adalah madaniyah.[6]

3.      Metode Membedakan Ayat Makkiyah Dan Madaniyah
Para Ulama’ membuat dua pedoman dasar dalam membedakan ayat-ayat diatas,  antara lain:
1)      Pedoman samai naqli (pemindahan riwayat).
2)      Pedoman qiyas ijtihadi (mengambil contoh untuk dijadikan analogi dengan dasar ijtihad yang dikemukakan).
Pedoman pertama didasarkan atas riwayat shahih dari para sahabat yang hidup dan mempelajarinya pada saat turunnya wahyu itu, atau para tabi’in yang mempelajari Al-Qur’an dari para sahabat dan mendengarnya dari mereka tentang hal ikhwal turunnya wahyu itu. Kebanyakan ayat-ayat yang diturunkan di makkah dan madinah diketahui mereka.
Pedoman kedua didasarkan pada kekhususan ayat-ayat makiyyah dan ayat-ayat madaniyah. Apabila dalam satu surat makkiyah terdapat spesifikasi ayat madaniyah maka disebut  madaniyah ataupun sebaliknya. Metode ini dikenal dengan metode qiyas ijtihad.[7]
4.      Urgensi Ilmu Makkiyah dan Madaniyah
            Kita melihat bahwa umat islam berusaha menjaga keagungan dan keabadian risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, risalah yang dibawanya merupakan ajaran yang membawa kesadaran para pemikir disetiap zaman. Telaah tentang Makkiyah dan Madaniyah sangat dibutuhkan sekali. Berangkat dari kesadaran ini, maka kemudian para ulama merincinya satu persatu ayat demi ayat, surat demi surat, untuk menertibkannya sesuai dengan masa turunnya, dengan tetap memperhatikan kondisi sejarah, masa, tempat, dan obyek yang ditunjukknya. Mereka memperhatikan masa diturunkannya maupun tempatnya. Ada kalanya mereka mengumpulkan data-data itu sesuai dengan masa, tempat dan penunjukkannya. Sungguh suatu kerja yang patut dipuji, para ulama telah memberikan telaah yang komperehensif dan representatif dalam bidang ini.[8]
Menurut pendapat beberapa ulama ada beberapa urgensi Ilmu Makkiyah dan Madaniyah antara lain :
1)      Membantu Dalam Menafsirkan al-Qur’an
Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa diseputar turunnya al-Qur’an tentu sangat membantu memahami dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, kendatipun ada teori yang menyatakan bahwa yang harus menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat dan bukan kekhususan sebab. Dengan mengetahui kronologis al-Qur’an pula, seorang mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan memecahkan konsep nasikh-mansukh yang hanya bisa di ketahui melalui kronologi al-Qur’an.
2)      Pedoman bagi Langkah-Langkah Dakwah
Setiap kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relefan. Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang di gunakan ayat-ayat makkiyah dan madaniyah memberikan informasi metodelogi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relefan dengan orang yang di serunya. Oleh karena itu, dakwah islam berhasil menggetuk pintu hatidanmenyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Di samping itu, setiap langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu, seiring dengan perbedaan kondisi sosiokultural manusia. Priodesasi makkiyah dan madaniyah telah memberikan contoh untuk itu.
3)      Memberi Informasi tentang Sirah Kenabian.
Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah nabi, baik di makkah atau madinah, di mulai sejak di turunkanya wahyu pertama sampai di turunkannya wahyu terakhir, al-Qur’an adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwa nabi. Informasi tidak bisa di ragukan lagi.[9]
5.      Faedah Mempelajari Makkiyah Dan Madaniyah
  1. Sebagai satu petunjuk dalam menafsirkan Al-Qur’an : karena mengetahui tempat turunnya Al-Qur’an membantu pemahaman ayat dan tafsirnya dengan penafsiran yang benar, meskipun hal ini membantu secara umum saja tidak pada sebab-musababnya.
  2. Mengetahui strategi dakwah rasulallah dan mengamalkannya untuk mengembangkan dakwah dimasyarakat. Bahwa strategi defensif tidak selalu merupakan kekalahan dalam memperjuangkan kebenaran, sebaliknya strategi ofensif membuktikan bahwa manusia mampu menciptakan revolusi moral yang mencengankan.
  3. Membantu pengembangan wacana tafsir Al-Qur’an dengan baik dan benar. Karena dengan mengetahui pembahasan ini mufassir akan merasa ikut terbawa dengan gaya bahasa yang dipakai dalam ayat-ayat makkiyah yang menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Allah sebagai bukti tauhidullah dan ayat-ayat madaniyah yang menjelaskan hukum secara definitif dan gaya bahasanya yang tegas.
  4. Mengetahui hukum-hukum yang turun terakhir kali sehingga dapat mengetahui kedudukan nasikh dan mansuf serta dapat mengambil keputusan hukum yang baik dan benar.[10]









DAFTAR PUSTAKA.
1.      Anwar, Rosihon. 2008. Ulum al-Qur’an, bandung, Pustaka Setia.
2.      Mudzakir. 2012., Studi Ulumul Al-Quran, Surabaya, Litera Antar Nusa.
3.      Djalal, Abdul. 1998., Ulumul Qur’an , Surabaya: Dunia Ilmu
4.      Hamid, Shalahuddin. 2002. study ulumul qur’an.
5.      Rika Chozini Nuralfiyuni,Jurnal Ulumul Qur‟an Vol. I, No.1, Desember 2017.





          




[1] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, bandung, Pustaka Setia, 2008, hal:102-104.
[2] Yunahar Ilyas, “Kuliah Ulumul Qur’an
[3] Rika Chozini Nuralfiyuni,Jurnal Ulumul Qur‟an Vol. I, No.1, Desember 2017, hlm. 2-3
[4] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hal. 86-87.
[5] Shalahuddin Hamid, study ulumul qur’an, 2002, hlm. 205-206
[6] Shalahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, 2002, hlm.205-206
[7] Op. cit, hlm.204-205
[8] Op. cit, hlm. 189.
[9] Rosihon Anwar, Ulumul Qur,an,  (Bandung, PUSTAKA SETIA), 2013, hlm. 115-116.
[10] Drs. Mudzakir AS., Studi Ulumul Al-Quran, (Surabaya, Litera Antar Nusa,  2012), hlm. 81-82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu