BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.
Semua bangsa berusaha keras
untuk melestarikan warisan pemikiran dan nilai-nilai kebudayaannya. Tak
terkecuali umat islam, mereka sangat memperhatikan kelestarian risalah Muhammad
yang memuliakan semua umat manusia. Itu disebabkan risalah Muhammad bukan
sekedar risalah ilmu dan pembaharuan yang hanya mendapat perhatian sepanjang
akal menerimanya. Tetapi, di atas itu semua, ia merupakan agama yang melekat
pada akal dan terpatri dalam hati.
Begitu pentingnya
arti pengelompokan yang diutarakan Al-Qosim tentang permasalahan tentang ilmu
Al-Qur’an yang terdapat dalam bukunya yang berjudul Dirasah fi ‘ulum Al-Qur’an.
Pada umumnya, para pakar ‘ulum Al-Qur’an membahas permasalahan ini dalam suatu
maudhu’ yang lazim disebut makkiyyah dan madaniyyah. Bila tidak menguasainya,
banyak faedah yang tidak dapat dipetik, dan yang hendak mengetahui Al-Qur’an
tanpa memahami ayat-ayat makkiyah dan apa itu ayat-ayat madaniyyah,
bisa-bisa terjebak ke dalam kesalahan yang fatal.
1.2 Rumusan Masalah.
1.
Apakah pengertian Makkiyah dan Madaniyah?
2.
Bagaimanakah sejarah perkembangan
Makkiyah dan Madaniyah?
3.
Bagaimanakah perkembangan
Makkiyah dan Madaniyah?
1.3 Tujuan.
BAB II
PEMBAHASAN.
1.
Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
Para sarjana muslim mengemukakan
empat perspektif dalam mendefinisikan terminologi makkiyah dan madaniyah.
Keempat perspektif itu adalah :
1. Masa
turun (zaman an-nuzul)
2. Tempat
turun (makan
an-nuzul)
3. Objek pembicaraan (mukhathab)
4. Tema pemmbicaraan (maudu’).
a)
Dari
perspektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
اَلْمَكِيُ : مَا نَزَلَ قَبْلَ اْلهِجْرَةِ وَاِنْ
كَانَ بِغَيْرِ مَكَةَ.
وَ المدَنِيُ : مَا نَزَلَ بَعْدَ الِهجْرَةِ وَاِنْ كَانَ
بِغَيْرِ مَدِيْنَةَ.
فَمَا نَزَلَ بَعْدَ الهِجْرَةِ وَلَوْ بِمَكَةَ أَوْ
عَرَفَةَ مَدَنِيُ.
Artinya :
“Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasulullah hijrah ke madinah,
kendatipun bukan turun di mekah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang
turun sesudah rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di madinah.
Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut madaniyyah walaupun turun
di mekah atau di arafah”.[1]
Sebagai
contoh, Surat An-Nisa’ ayat 58 tetap masuk kategori Madaniyah, sekalipun ayat
itu turun di Makkah, persisnya dalam Ka’bah waktu Fathu Makkah pada tahun ke-8
setelah Hijrah. Begitu juga Surat Al-Maidah ayat 3, tetap masuk kategori
Madaniyah, sekali pun turun pada waktu haji Wada’ tahun ke-10 setelah Hijrah. [2]
b) Dari perspektif tempat turun, mereka
mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
مَا نَزَلَ : بِمَكَةَ وَمَا جَا وَرَهَا كَمِنَى
وَ عَرَفَةَ وَحُدَيْبِيَةَ.
وَالمدَنِيُ : مَا نَزَلَ بِالمدِيْنَةِ وَمَا جَا
وَرَهَا كَأُحُدٍ وَقُبَاءَ وَسُلْعَ.
Artinya :
“Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina,
arafah, dan hudaibiyyah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di
madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba’ dan Sul’a”.
c)
Berdasarkan sasaran pembicaraan (i’tibâr
al-mukhâthâb). Yang ditujukan untuk penduduk Makkah dinamai Makkiyah dan
yang ditujukan kepada penduduk Madinah disebut Madaniyah. Begitu juga yang
ditujukan untuk semua manusia (dengan lafazh yâ ayyuhannâs) dinamai
Makkiyah dan yang ditujukan untuk orang-orang yang beriman saja (dengan lafazh yâ
ayyuha al-ladzîna âmanû) disebut Madaniyah.
اَلْمَكِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ مَكَةَ . وَالمدَنِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ المدِيْنَةِ.
اَلْمَكِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ مَكَةَ . وَالمدَنِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ المدِيْنَةِ.
Artinya :
“Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi
khitab bagi orang-orang Makkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah”.
TURUNNYA AYAT MAKIYYAH DAN MADANIYAH
Abu
Al-Qosim Ibn Muhammad Ibn Ibnu Habib Al-Naisaiburi mengatakan dalam kitabnya
keutamaan ilmu al-quran: Ayat makiyyah dan madaniyyah itu apa yang turun di
Mekah juga termasuk Madaniyyah, apa yang turun di Madinah juga termasuk
Makkiyah, apa yang terjadi di Mekah oleh masyarakat Madinah, apa yang terjadi
di madinah di tengah orang-orang Mekkah, serupa dengan kemunculan Makiyyah di
kalangan masyarakat mekah dan seperti keturunan mekah di Makiyyah, Thaif,
Hudaibiyah, apa yang turun di malam hari, apa yang turun di siang hari, apa
yang disertakan sendiri, ayat-ayat masjid di Makkah, ayat-ayat yang turun
dimasyarakat Mekah, dibawa dari Mekah ke Madinah, dibawa dari Madinah ke
Mekkah, memindahkan dari Madinah ke tanah Ethiopia, turun garis, yang berbeda
di dalamnya, ada beberapa dari warga Mekah, dan ada beberapa dari Makkiyah, dan
mereka tidak diperbolehkan mengubah redaksi dari Al-Qur‟an itu sendiri.[3]
2. Karakteritis
Makkiyah dan Madaniyah
Dari keterangan sahabat nabi r.a dan
tabi’in dalam membangun teori makkiyah dan
madaniah, maka dapat di temukan
fitur, karakteritis dan cirri khas ayat dan surah
makkiyah dan madaniah
antara lain yaitu:
a. Karakteritis
ayat dan surah makkiyah:
1) Dimulai
dengan nida’ ” يا أيها الناس”
dan sebagainya.
2) Di dalamnya
terdapat lafal “kalla”.
3) Di dalamnya
terdapat ayat-ayat sajdah.
4) Di
permulaanya terdapat huruf-huruf Tahaji (harf al-muqattah).
5) Di dalamnya
terdapat cerita-cerita para nabi dan umat terdahulu, selain dalam
Q.S.al-Baqarah, dan surah Q.S.al-Maidah.
6) Di dalamnya
terdapat cerita kemusyrikan.
7) Di dalamnya
terdapat keterangan adat istiadat orang kafir, orang musyrik, yang suka
mencuri, merampok, membunuh dll.
8) Di dalamnya
berisi penjelasan dengan bukti dan argumentasi tentang konsepsi ketuhanan.
9) Memuat
prinsip-prinsip moral dan pranata social yang agung, dan bersifat universaldan
inklusif.
10) Memuat
nasehat dan ibarat dalam aneka kisah.
11) Kebanyakan
surah yang ayatnya pendek. Karena menggunakan bentuk ijaz (ringkas,
tetapi padat makna).[4]
12) Setiap surat
didalamnya terdapat ayat sajdah maka ayat tersebut makkiyah.
13) Setiap surat
yang lafadnya terdapat kalimat (كلا) maka surat itu Makkiyah, dan
disebutkan sama sekali kecuali dipertengahan akhir dari Al-Qur’an. Dan ia
disebutkan 33 kali dalam 15 surat.
14) Setiap surat
yang didalamnya menceritakan kisah-kisah Nabi dan ummat terdahulu maka ia
disebut makkiyah selain Al-Baqarah.[5]
b. Karakteritis
ayat dan surah madaniyah.
1) Memuat hukum
pidana (hudud) dalam Q.S.al-Baqarah, Q.S.an-nisa’dll.
2) Memuat hukum
fara’iddalam Q.S.al-Baqarah, Q.S.an-Nisa’,Q.S.al-Maidah.
3) Berisi izin
jihad fi sabilillah (Q.S.al-Baqarah, Q.S.al-Anfal, Q.S.at-Taubah, Q.S.al-Hajj.
4) Setiap surat
yang menerangkan tentang kewajiban dan sanksi hukum maka disebut madaniyah.
5) Setiap surat
yang didalamnya terdapat penyebutan orang munafik maka ia madaniyah selain
surat al-Ankabut sesungguhnya surat itu makkiyah.
6)
Setiap surat yang didalamnya terdapat pertentangan
ahli kitab adalah madaniyah.[6]
3.
Metode Membedakan Ayat
Makkiyah Dan Madaniyah
Para Ulama’ membuat dua pedoman dasar dalam membedakan
ayat-ayat diatas, antara lain:
1) Pedoman samai
naqli (pemindahan riwayat).
2) Pedoman qiyas
ijtihadi (mengambil contoh untuk dijadikan analogi dengan dasar ijtihad
yang dikemukakan).
Pedoman pertama didasarkan atas riwayat shahih dari
para sahabat yang hidup dan mempelajarinya pada saat turunnya wahyu itu, atau
para tabi’in yang mempelajari Al-Qur’an dari para sahabat dan mendengarnya dari
mereka tentang hal ikhwal turunnya wahyu itu. Kebanyakan ayat-ayat yang
diturunkan di makkah dan madinah diketahui mereka.
Pedoman kedua didasarkan pada kekhususan ayat-ayat
makiyyah dan ayat-ayat madaniyah. Apabila dalam satu surat makkiyah terdapat
spesifikasi ayat madaniyah maka disebut madaniyah ataupun sebaliknya. Metode
ini dikenal dengan metode qiyas ijtihad.[7]
4.
Urgensi Ilmu Makkiyah dan
Madaniyah
Kita melihat bahwa umat islam berusaha menjaga keagungan dan keabadian risalah
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, risalah yang dibawanya merupakan ajaran
yang membawa kesadaran para pemikir disetiap zaman. Telaah tentang Makkiyah dan
Madaniyah sangat dibutuhkan sekali. Berangkat dari kesadaran ini, maka kemudian
para ulama merincinya satu persatu ayat demi ayat, surat demi surat, untuk
menertibkannya sesuai dengan masa turunnya, dengan tetap memperhatikan kondisi
sejarah, masa, tempat, dan obyek yang ditunjukknya. Mereka memperhatikan masa
diturunkannya maupun tempatnya. Ada kalanya mereka mengumpulkan data-data itu
sesuai dengan masa, tempat dan penunjukkannya. Sungguh suatu kerja yang patut
dipuji, para ulama telah memberikan telaah yang komperehensif dan representatif
dalam bidang ini.[8]
Menurut pendapat beberapa ulama ada beberapa urgensi
Ilmu Makkiyah dan Madaniyah antara lain :
1) Membantu
Dalam Menafsirkan al-Qur’an
Pengetahuan tentang
peristiwa-peristiwa diseputar turunnya al-Qur’an tentu sangat membantu memahami
dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, kendatipun ada teori yang menyatakan bahwa
yang harus menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat dan bukan kekhususan
sebab. Dengan mengetahui kronologis al-Qur’an pula, seorang mufassir dapat
memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan
memecahkan konsep nasikh-mansukh yang hanya bisa di ketahui melalui kronologi
al-Qur’an.
2) Pedoman bagi
Langkah-Langkah Dakwah
Setiap kondisi tentu saja memerlukan
ungkapan-ungkapan yang relefan. Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang di
gunakan ayat-ayat makkiyah dan madaniyah memberikan informasi metodelogi bagi
cara-cara menyampaikan dakwah agar relefan dengan orang yang di serunya. Oleh
karena itu, dakwah islam berhasil menggetuk pintu hatidanmenyembuhkan segala
penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Di samping itu, setiap
langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu,
seiring dengan perbedaan kondisi sosiokultural manusia. Priodesasi makkiyah dan
madaniyah telah memberikan contoh untuk itu.
3) Memberi
Informasi tentang Sirah Kenabian.
Penahapan turunnya wahyu seiring
dengan perjalanan dakwah nabi, baik di makkah atau madinah, di mulai sejak di
turunkanya wahyu pertama sampai di turunkannya wahyu terakhir, al-Qur’an adalah
rujukan otentik bagi perjalanan dakwa nabi. Informasi tidak bisa di ragukan
lagi.[9]
5. Faedah
Mempelajari Makkiyah Dan Madaniyah
- Sebagai satu petunjuk dalam menafsirkan Al-Qur’an : karena mengetahui tempat turunnya Al-Qur’an membantu pemahaman ayat dan tafsirnya dengan penafsiran yang benar, meskipun hal ini membantu secara umum saja tidak pada sebab-musababnya.
- Mengetahui strategi dakwah rasulallah dan mengamalkannya untuk mengembangkan dakwah dimasyarakat. Bahwa strategi defensif tidak selalu merupakan kekalahan dalam memperjuangkan kebenaran, sebaliknya strategi ofensif membuktikan bahwa manusia mampu menciptakan revolusi moral yang mencengankan.
- Membantu pengembangan wacana tafsir Al-Qur’an dengan baik dan benar. Karena dengan mengetahui pembahasan ini mufassir akan merasa ikut terbawa dengan gaya bahasa yang dipakai dalam ayat-ayat makkiyah yang menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Allah sebagai bukti tauhidullah dan ayat-ayat madaniyah yang menjelaskan hukum secara definitif dan gaya bahasanya yang tegas.
- Mengetahui hukum-hukum yang turun terakhir kali sehingga dapat mengetahui kedudukan nasikh dan mansuf serta dapat mengambil keputusan hukum yang baik dan benar.[10]
DAFTAR PUSTAKA.
1. Anwar, Rosihon. 2008. Ulum
al-Qur’an, bandung, Pustaka Setia.
2. Mudzakir. 2012., Studi Ulumul Al-Quran, Surabaya, Litera Antar Nusa.
3. Djalal, Abdul. 1998., Ulumul Qur’an , Surabaya:
Dunia Ilmu
4. Hamid, Shalahuddin. 2002. study ulumul qur’an.
5. Rika Chozini Nuralfiyuni,Jurnal Ulumul Qur‟an Vol. I, No.1, Desember 2017.
[4] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia
Ilmu, 1998), hal. 86-87.
[5] Shalahuddin Hamid, study ulumul qur’an, 2002, hlm.
205-206
[6] Shalahuddin Hamid, Study
Ulumul Qur’an, 2002, hlm.205-206
[8] Op. cit, hlm. 189.
[9] Rosihon Anwar, Ulumul Qur,an, (Bandung, PUSTAKA SETIA),
2013, hlm. 115-116.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar